BANGKOK, 13 Desember 2025 — Pemerintah Thailand secara resmi membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setelah Perdana Menteri Anutin Charnvirakul mendapatkan persetujuan dari Raja Maha Vajiralongkorn lewat dekrit kerajaan yang dipublikasikan Jumat malam lalu, membuka jalan bagi pelaksanaan pemilihan umum lebih cepat tahun depan.
Langkah dramatis itu diputuskan setelah terjadi kebuntuan politik hebat di parlemen, di mana partai pendukung pemerintah terancam kehilangan dukungan dari kubu oposisi terbesar, Partai Rakyat (People’s Party), yang siap mengajukan mosi tidak percaya terhadap kabinet Anutin.
Dalam pernyataannya, PM Anutin menegaskan keputusan ini sebagai upaya “mengembalikan kekuasaan kepada rakyat” dan mengatasi ketidakstabilan politik yang menghambat jalannya pemerintahan. Raja Thailand selanjutnya menyetujui pembubaran legislatif sesuai ketentuan konstitusi.
Menurut aturan hukum Thailand, pemilu harus dilaksanakan dalam waktu 45–60 hari sejak pembubaran, yang berarti rakyat Thailand akan segera menuju TPS akhir Januari hingga awal Februari 2026 untuk memilih anggota parlemen baru.
Pembubaran DPR ini terjadi di tengah meningkatnya konflik perbatasan dengan Kamboja, yang telah menewaskan puluhan orang dan memaksa ratusan ribu warga sipil mengungsi dalam beberapa pekan terakhir. Meski begitu, pemerintah Thailand menyatakan bahwa langkah politik ini tidak akan menghambat operasi militer dan upaya mempertahankan kedaulatan negara.
Situasi ini menandai salah satu periode ketidakstabilan politik terbesar dalam beberapa tahun terakhir di Thailand, yang kini memasuki babak baru dengan pemilu dini dan potensi perubahan besar dalam peta politik negara itu.